Slideshow

Sabtu, 22 Oktober 2011

Sunnatullah

SUNNATULLAH: ANTARA TERPAKSA DAN SUKARELA

Allah SWT menciptakan langit, bumi dan seluruh isinya termasuk manusia. Allah juga mewujudkan peraturan untuk keselamatan dan kesejahteraan mereka bukan saja di dunia, tetapi juga di Akhirat, tempat tinggal terakhir untuk manusia. Peraturan atau syariat Allah yang berlaku di bumi, tempat tinggal sementara manusia ini, itulah yang dikatakan sunnatullah. Ini merupakan peraturan dan perjalanan yang Allah Taala telah tetapkan untuk manusia. Yang wajib manusia harus ikut dan patuhi. Jika manusia tidak patuhi dan menolak sunnatullah itu, sudah pasti manusia akan rosak dan binasa. Kerosakan dan kebinasaan itu pasti akan terjadi di dunia baik dalam jangka pendek mahupun jangka panjang.

Apabila kita membicarakan sunnatullah iaitu satu sistem dan peraturan yang ditentukan oleh Allah SWT untuk manusia di dunia ini, ia tidak akan berubah dan tidak ada siapa yang dapat merubahnya sejak Allah SWT wujudkannya sampai bila pun.

Firman Allah SWT: 
Artinya: “Kerana kamu tidak akan sekali mendapati sebarang perubahan bagi Sunnatullah, kamu tidak akan sekali pun mendapati sebarang penukaran bagi perjalanan sunnatullah itu.” (QS. Fathir: 43)

Perlu diingat bahwa sunnatullah itu dapat dibahagi dua:
Pertama: Manusia menerimanya secara terpaksa
Kedua: Manusia menerima secara sukarela
Firman Allah:
Artinya: “Dan kepada Allahlah sekalian makhluk yang ada di langit dan bumi tunduk menurut, baik dengan sukarela atau dengan terpaksa.” (QS. Ar Ra’d: 15)

1. Secara terpaksa (karhan)
Sunnatullah yang pertama, manusia menerimanya secara terpaksa (karhan). Contoh di antaranya:
  • Jika manusia ingin bernafas, Allah sudah menentukan bernafas dengan udara bukan dengan air dan lain-lain. 
  • Bernafas melalui hidung bukan melalui mata dan lain-lainnya. 
  • Makan dan minum melalui mulut bukan melalui dubur dan jalan lain-lain. 
  • Berjalan menggunakan kaki bukan menggunakan tangan dan lain-lain. 
  • Kalau ingin rehat dan untuk memulihkan kesegaran harus tidur dan rehat, tidak dengan bermain atau memanjat pohon dan lain-lain.
Begitulah keadaannya. Banyak contoh-contoh lain lagi yang tidak perlu disebutkan di sini. Dapat dikiaskan saja.

2. Secara sukarela (tau’an)
Sunnatullah yang kedua ialah Allah SWT membuat peraturan sebagai sunnatullah yang tidak akan diubah seperti:
  • Makan dan minumlah yang halal seperti nasi dan air putih, jangan makan dan minum yang haram seperti daging babi dan arak. 
  • Inginkan perempuan harus melalui pernikahan. Jangan melalui perzinaan. 
  • Inginkan kaya, berusahalah secara halal seperti berdagang, bertani dan berternak. Jangan mencuri, jangan menipu dan jangan rasuah. 
  • Jika inginkan keselamatan negara dan masyarakat, harus menggunakan hukum Allah SWT yang berdasarkan Al Quran dan Sunnah. 
  • Kalau mahu kehidupan di bidang ekonomi berjalan dengan sehat, mesti tidak ada penipuan dan penindasan, menolak sistem riba, monopoli dan perdagangan yang haram. 
  • Jika ingin kehidupan manusia seimbang agar terjamin kebahagiaan dan keharmonian, bangunkanlah kehidupan yang bersifat material dan juga pembangunan rohaniah.
Demikianlah beberapa contoh. Masih banyak lagi contoh-contoh, yang lain dapat dikiaskan sahaja. Kedua-dua sunnatullah baik itu yang bersifat terpaksa (karhan) maupun bersifat sukarela atau pilihan (tau’an) atau ada usaha memilih untuk melaksanakannya, kalau dilanggar atau tidak dipatuhi, pastilah manusia akan binasa di dunia ini sebelum binasa di Akhirat kelak. Sebab-sebab manusia menolak hal itu mungkin karena manusia itu mahu membuat peraturan sendiri sebab tidak puas hati dengan peraturan Tuhan. Maka mereka pun membuat sunnah sendiri. Sunnatullah yang pertama, tidak ada manusia yang menentang atau menolaknya. Semua orang dapat menerimanya kerana dari pengalaman manusia mereka dapat menerima dengan penuh suka dan puas hati. Tidak ada yang terasa berat menerimanya. Bahkan tidak ada yang merasa inferiority complex menerimanya. Semua menerimanya dengan berpuas hati dan senang hati. Tidak ada yang merasakan kolot, ketinggalan zaman, out of date.

Tidak ada yang mengatakan, “Ia sudah ketinggalan zaman, semenjak Nabi Allah Adam as manusia bernafas dengan udara. Sudah terlalu lama, sudah kolot. Inikan zaman sains dan teknologi, zaman IT canggih, tidak sepatutnya kita bernafas dengan udara lagi. Semestinya kita bernafas dengan air.” Tiada manusia yang mengatakan begitu.

Mengapa manusia dapat menerima bahkan merasa puas dengan sunnatullah yang pertama iaitu yang bersifat karhan? Mengapa tidak ada yang mempertikainya? Mengapa tidak terasa ketinggalan zaman menggunakan peraturan yang sudah terlalu lama itu? Manusia dapat menerimanya kerana kalau melanggar sunnatullah itu resikonya besar dan dapat merusakkan hingga dapat membawa kematian. Bahkan sudah banyak yang mati disebabkan air. Cubalah bernafas dengan air! Dapatkah manusia hidup? Dapatkah manusia dapat bernafas? Sudah tentu tidak dapat. Kalau diteruskan masa itu juga akan mati.

Jadi karena jika melanggar sunnatullah yang pertama, yang bersifat terpaksa itu (karhan), manusia akan cepat menerima risikonya, maka tidak ada manusia yang melanggar sunnatullah yang pertama itu. Malahan manusia dapat patuh dengan puas. Di sini manusia merasa selamat menerima sunnatullah yang bersifat karhan. Manusia berpuas hati menerima peraturan itu. Manusia mengakui siapa yang melanggar sunnatullah itu, mereka pasti akan rosak.

Artinya mematuhi peraturan yang bersifat karhan itu sangat menyelamatkan dan menguntungkan manusia. Bagaimanapun susahnya, manusia mahu menerima sunnatullah yang kedua iaitu yang bersifat sukarela (tau’an). Termasuklah sebahagian besar umat Islam di dunia, di akhir zaman ini. Allah SWT membenarkan manusia untuk memilih menerima atau menolak sunnatullah yang bersifat tau’an ini tetapi risikonya tetap ada bahkan lebih besar. Baik yang akan berlaku di dunia, maupun yang akan ditimpakan di Akhirat kelak.

Umat Islam sendiri merasa malu untuk menerimanya, ragu melaksanakannya, takut tidak maju, takut huru-hara, malu dengan yang bukan Islam. Ia dianggap ketinggalan zaman dan sudah tidak sesuai lagi. “Sekarang zaman sains dan teknologi, zaman IT canggih, bukan zaman unta.” Begitulah umat Islam sendiri dengan penuh angkuh dan sombong menolaknya. Bahkan benci dan prejudis terhadap pejuang-pejuang yang hendak menegakkan sunnatullah kedua yang bersifat tau’an ini.

Banyak manusia yang menolak, termasuk sebahagian besar umat Islam, karena apabila menolak sunnatullah yang kedua ini risikonya lambat. Kebinasaan dan kerusakan tidak langsung terjadi di waktu itu. Ia terjadi secara lambat. Adakalanya setelah sepuluh tahun, lima belas tahun atau dua puluh tahun. Sehingga apabila risiko dan kerosakan menimpa, di waktu itu mereka sudah tidak dapat mengkaitkan lagi ia dengan perlanggaran dan penolakan sunnatullah yang dilakukan sejak bertahun-tahun yang lalu.

Oleh karena itu jika ada orang atau golongan yang sedar dan memberitahu kerosakan moral, kejahatan, perpecahan dan lain-lain yang berlaku sekarang ini disebabkan kita sejak dahulu telah melanggar sunnatullah, mereka akan menolaknya. Bahkan marah dan bermusuhan dengan orang itu. Mereka tidak dapat mengaitkan gejala sosial yang berlaku, yang telah merosakkan masyarakat hari ini dengan kesalahan mereka menolak hukum atau sunnatullah itu. Sebagai contoh, keruntuhan akhlak dan gejala tidak sihat yang berlaku di dalam masyarakat sekarang seperti penculikan, kekerasan, budaya yang merosakkan, vandalisme, rompak, pencurian, rasuah, krisis rumah tangga dan sebagainya itu adalah akibat dari apa yang kita telah lakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Ia berlaku apabila sistem pendidikan tidak mengikut syariat Allah, sistem ekonomi berdasarkan kapitalisme, perlembagaan negara bertentangan dengan sunnatullah iaitu tidak berlandaskan Al Quran dan Hadis, masyarakat kita tidak dicegah untuk bergaul bebas dan media massa tidak dikawal daripada memaparkan apa yang dilarang oleh Allah seperti mempamerkan gambar-gambar porno yang merangsang nafsu. Jadi, gejala sosial yang berlaku adalah buah dari pohon yang sudah lama kita tanam. Oleh itu jelas pada kita bahwa sunnatullah yang kedua ini yang bersifat tau’an, jangan dilanggar. Kalau dilanggar tetap memudarat dan merosakkan masyarakat manusia tetapi memakan masa yang panjang baru nampak risikonya. Setelah lama barulah terlihat kesannya.

Baik itu sunnatullah yang pertama maupun yang kedua, yang bersifat karhan mahupun yang bersifat tau’an, kalau dilanggar juga kita akan binasa. Hidup kita akan huru-hara. Masyarakat kita akan pincang. Kebahagiaan kita akan rusak dan keharmonian kita akan hilang. Cuma pelanggaran yang pertama cepat kebinasaannya tetapi pelanggaran yang kedua lambat. Itu saja bezanya. Justru itu kalau didapati di dalam masyarakat kita berbagai-bagai kejahatan, kerosakan akhlak, krisis, bahkan bencana alam, merujuk cepatlah kepada Allah Taala. Jangan lengah-lengah lagi. Muhasabah diri dan sistem yang kita bangunkan. Ada atau tidak pelanggaran sunnatullah itu. Kalau didapati ada pelanggaran, harus dibetulkan. Tukar segera dengan sunnatullah, kemudian memohon ampun sebanyak-banyaknya kepada-Nya sebelum Allah Taala menimpakan balasan dan hukuman yang lebih berat dan parah lagi.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons